Nikmat Air Mata di Kala Butuh-butuhnya
Tadi saya nonton Budi Pekerti di bioskop.
Pulang-pulang mata saya sembab dan badan saya pegal-pegal.
Melihat Pak Didit di fase depresi, saya nangis. Melihat Pak Didit capek konsultasi ke psikolog, saya nangis. Melihat Bu Prani dipojokkan semua orang, saya nangis. Melihat adegan Bu Prani dan anak-anaknya kebingungan di ruang tamu, saya nangis. Melihat adegan Bu Prani mendengarkan looping audio umpatan dengan sengaja karena dia menyalahkan dirinya sendiri, saya nangis. Melihat adegan Bu Prani dan Gora pakai sumpalan telinga, saya nangis.
Pokoknya, saya nangis terus.
Padahal, sepanjang adegan yang saya tangisi itu, nggak semuanya adegan sedih. Bahkan, beberapa kali saya menahan nangis sesenggukan di adegan-adegan yang bikin orang sebioskop terbahak-bahak.
Sepertinya saya memang sudah gendeng, sama seperti tokoh Pak Didit.
Begitu film berakhir, saya nggak kunjung beranjak dari kursi bioskop. Saya masih duduk-duduk saja, niatnya mau istirahat dulu setelah nangis-nangis selama 111 menit. Tapi saya canggung juga, jadi saya duduk sambil sok sibuk pakai masker, ambil dompet, atau cek gawai yang sedari tadi saya nyalakan mode Do Not Disturb-nya.
Keluar dari ruangan nonton, saya bingung jalan keluar bioskopnya ke mana. Padahal sudah kali ke sekian saya ke bioskop tersebut.
Begitu berhasil keluar dari bioskop, saya bingung lagi cari jalan keluar dari mal tempat bioskop berada. Begitu keluar dari mal, saya masih bingung lagi mencari tadi saya parkir motor di mana.
Sudahlah saya seperti orang linglung. Melangkah lambat-lambat, bercucuran air mata dan nenteng kresek isi risoles. Wis gendeng tenan, aku.
Sepanjang perjalanan pulang, saya masih menikmati aktivitas menangis yang airnya keluar deras-deras ini. Saya bilang menikmati karena memang rasanya nikmat sekali.
Sebenarnya, sudah agak lama saya nggak menangis.
Oke, nggak selama itu sih.
Beberapa minggu terakhir saya agak sibuk. Ada penugasan ke luar pulau, diikuti dengan tugas-tugas lainnya yang harus saya kerjakan secara silih berganti.
Ketika akhirnya kesibukan-kesibukan itu mandeg, saya bukannya lega dan jadi bisa beristirahat. Saya justru merasa gelisah, merasa salah, merasa ada yang tidak benar dengan ritme hidup saya.
Saya tahu betul, saya ya memang begitu orangnya. Gampang stres dan segala-segala jadi beban pikiran.
Saking tidak adanya masalah, masalah bisa saya buat-buat sendiri di dalam kepala. Apapun lah, bentuknya. Penyesalan-penyesalan di masa lalu, merutuki pencapaian diri yang nggak sesuai ekspektasi, urusan citra diri yang buruk, apapun!
Pokoknya, bagi (isi kepala) saya, saya dilarang bahagia!
Jadi ya, sempat-sempat saja saya menangis di jeda waktu tersebut. Intensitas hingga setting nangisnya juga berbeda-beda. Menangis sendirian di kamar gara-gara overthinking, hingga menangis di kedai kopi saat sesi curcol gara-gara habis berkonflik di kantor.
Tapi itu semua rasanya kurang. Saya pengin nangis yang for the sake of it aja, gitu. Saya pengin nangis yang melegakan, bukan nangis yang bikin saya sakit kepala menjelang tidur dan bikin bangun dengan lemas penuh derita.
Ketika saya memutuskan untuk menonton Budi Pekerti, sebenarnya saya nggak berniat untuk nangis-nangis. Niat saya hanya satu: saya nggak ingin nggak ngapa-ngapain malam ini.
Saya harus melakukan sesuatu yang bisa mengalihkan pikiran saya. Tapi saya nggak mau kalau sesuatu itu harus dikerjakan pakai mikir (misalnya, menyicil pekerjaan kantor!).
Sehingga, tadi siang, pesan tiket online Budi Pekerti jadi solusi paling masuk akal.
Terhitung sudah tiga puluh menit sejak saya meninggalkan bioskop tempat saya nonton tadi. Sekarang, saya juga, meski masih lemas, merasa agak lega.
Saya sudah nangis, saya sudah keluarkan emosi saya tanpa harus melewati pikiran-pikiran buruk yang akhirnya menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Melegakan.
Soal filmnya sendiri, mbuh.
Ya filmnya bagus, enteng, dan nggak perlu banyak dikritisi karena sudah sempurna apa adanya ia.
Baiklah, untuk menutup hari ini saya mau lanjut makan dua potong risoles. Satu rasa ayam pedas dan satunya lagi rasa udang mayo.
Selamat makan!